Pada hari Minggu, 27 November 2021, Biro Litbang HSTP FKH UGM telah mengadakan HSTP SHARING yang ke tiga, berkolaborasi dengan Divisi Akuatik dan Divisi Non-Ruminansia HSTP FKH UGM. Kegiatan yang merupakan penutup dari rangkaian kegiatan HSTP SHARING ini diikuti oleh sekitar 50 peserta melalui platform Google Meets. Kegiatan dimulai pukul 09.00 WIB dan dibuka oleh pemandu acara, yang kemudian dilanjutkan oleh pemateri dari masing-masing divisi.

Topik yang dibawakan yaitu AEROMONAS IKAN LELE & KEWASPADAAN AFRICAN HORSE SICKNESS DI INDONESIA. Kedua topik tersebut dirasa penting untuk menjadi diskusi di antara mahasiswa kedokteran hewan. Meskipun bukan merupakan penyakit zoonosis, terdapat banyak aspek-aspek yang perlu dipelajari mengingat konsekuensi yang dapat ditimbulkan dari penyakit-penyakit tersebut.

Pemaparan dari Divisi Akuatik yaitu Aeromonas pada Ikan Lele. Bakteri Aeromonas hydrophila merupakan bakteri berbentuk batang, Gram negatif, motil/bergerak dengan flagella polar, terdapat pada perairan dengan bahan organik yang tinggi dan merupakan agen penyebab motile aeromonas septicemia atau MAS. Aeromonas hydrophila termasuk pada kelompok bakteri patogen dengan virulensi tinggi. Tingkat virulensi bakteri tersebut ditentukan oleh kemampuan bakteri menghasilkan enzim dan toksin tertentu yang berperan dalam proses invasi dan infeksi. Ikan lele yang terserang MAS menunjukkan gejala antara lain kematian mendadak,kurangnya nafsu makan, gerakan berenang tidak normal,insang pucat, pembengkakan tubuh atau luka-luka pada tubuh, pemborokan mata. Penyakit MAS menimbulkan kerusakan multifocal berupa nekrosis sel dari jaringan epidermis sampai dermis, degenerasi sel dan infiltrasi sel. Pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu menjaga kebersihan lingkungan kolam, pemberian bahan kimia maupun pemberian antibiotik sintetis seperti tetracycline, serta program vaksinasi. Pengobatan dapat dilakukan melalui makanan antara lain pakan dicampur Terramycine dengan dosis sekitar 50 mg/kg ikan/hari, diberikan selama 7-10 hari berturut-turut, atau dengan Sulphonamid sebanyak 100 mg/kg ikan/hari selama 3-4 hari. Salah satu alternatif lain dalam mengobati penyakit ini adalah menggunakan bahan alami seperti ekstrak bawang putih.

Divisi Non-Ruminansia memaparkan tentang African Horse Sickness yang disebabkan oleh Arbovirus yang fatal pada kuda dan penularannya melalui vektor nyamuk, caplak, atau lalat. Arbovirus tersebut berasal dari Genus Orbivirus, Family  Reoviridae. Ciri- ciri virusnya yaitu Berdiameter = 55-67 nm, dsRNA, Icosahedral, dan Non-envelope (tahan terhadap alkohol dan pelarut lemak). Arbovirus (Arthropoda-Virus) = nama informal penyakit yang disebabkan oleh vektor Arthropoda. Penularan melalui vector terjadi secara vektor yang terkontaminasi virus. Penularan mekanis terjadi apabila virus ditularkan tanpa melalui proses replikasi. Penularan Biologis terjadi virus bereplikasi pada tubuh vektor sebelum vector menularkan pada ternak lainnya. Gejala yang ditimbulkan yaitu Demam >39°C, nafsu makan turun, depresi, hidung berair hingga berbusa, pembengkakan pada kelopak mata, sulit bernafas, dan batuk. Penyakit ini belum pernah terjadi di Indonesia, namun endemik di Afrika Sub-Sahara. AHS tidak berbahaya bagi manusia. Vaksinasi Hanya dapat dipertimbangkan setelah keberadaan penyakit telah terkonfirmasi dan serotipe telah diidentifikasi.

  1. Kegiatan dilanjutkan dengan kuis melalui quizizz yang dipandu oleh pembawa acara. Pemenang kuis yang beruntung adalah peserta dengan username 112. Selanjutnya dilaksanakan sesi kajian yang dipimpin oleh moderator dari Biro Litbang serta notulen dari masing-masing divisi. Beberapa isu yang dibahas yaitu :Peluang Pencegahan dan antisipasi penyakit African Horse Sickness dan Motile Aeromonas Septicemia pada ikan lele?
  2. African Horse Sickness belum pernah dilaporkan terjadi di Indonesia, namun penyakit ini telah menjadi penyakit endemik di Afrika. Potensi break out mungkin terjadi jika AHS sampai ke Indonesia. Oleh karena itu apa yang dapat dilakukan untuk mencegah potensi break out AHS di Indonesia?
  3. Penyakit pada ikan produksi sering kali merupakan penyakit populasi yang cepat menginfeksi. MAS merupakan penyakit yang menginfeksi populasi ikan lele, sehingga potensi break out pada populasi ikan lele cukup besar. Oleh karena itu apa yang dapat dilakukan untuk mencegah potensi break out MAS di Indonesia?
  4. Apa dampak dari penyakit AHS dan MAS jika menjadi outbreak di Indonesia? (bisa dilihat dari segi masyarakat, peternak, ekonomi, kesehatan, dan sebagainya)
  5. Upaya meningkatkan kesadaran masyarakat akan adanya penyakit populasi pada kuda dan ikan produksi?

Dari poin isu yang dibahas pada sesi kajian tersebut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut,

  1. Untuk penyakit AHS, kewaspadaan dini dan antisipasi perlu dilakukan terhadap kemungkinan masuknya penyakit AHS yang dapat mengancam populasi kuda di Indonesia. Misalnya pada perbatasan negara, dilakukan pengawasan ketat terhadap kuda-kuda yang masuk dari negara lain. Sedangkan untuk penyakit MAS, pencegahan yang dapat dilakukan diantaranya yaitu menjaga kebersihan lingkungan kolam, pemberian bahan kimia maupun pemberian antibiotik sintetis seperti tetracyline, serta program vaksinasi.
  2. Sama seperti isu sebelumnya, untuk penyakit AHS perlu adanya pengawasan ketat di perbatasan negara supaya kuda-kuda yang datang dari negara lain tidak membawa potensi penyakit AHS yang belum pernah terjadi di Indonesia. Vaksinasi Hanya dapat dipertimbangkan setelah keberadaan penyakit telah terkonfirmasi dan serotipe telah diidentifikasi.
  3. Untuk mencegah potensi break out MAS, perlu dimulai dari kesadaran peternak ikan untuk menjaga kebersihan kolam dan lingkungan sekitar. Bisa juga dilakukan penggantian air secara rutin, serta dengan tidak membuang limbah maupun ikan-ikan yang terinfeksi ke sungai atau tempat-tempat yang dirasa dapat menyebarkan bibit penyakit lebih jauh. Untuk pencegahan, juga perlu diadakan vaksinasi secara masal.
  4. Tidak bisa dipungkiri, dampak yang akan terjadi jika terjadi outbreak penyakit MAS dan AHS tentunya sangat signifikan. Meskipun bukan penyakit yang dapat menular ke manusia, namun kebutuhan akan hewan ternak, terutama ikan sangat tinggi. kerugian materi yang dialami oleh peternak tentunya tidak sedikit. Sedangkan outbreak AHS dapat menimbulkan keraguan dari negara-negara lain untuk membeli kuda-kuda lokal. Selain itu, industri pacuan kuda menjadi terhambat.
  5. Peran dokter hewan tentunya sangat penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat akan adanya penyakit populasi pada ikan dan kuda. Langkah yang bisa diambil yaitu dengan mengadakan sosialisasi maupun penyuluhan kepada peternak serta dengan memberikan informasi bahwa meskipun penyakit-penyakit tersebut dapat terjadi kapan saja dan menyerang siapa saja, namun terdapat cara untuk mencegah munculnya penyakit tersebut.

Kegiatan ditutup dengan pemaparan notulensi dari masing-masing divisi. Peserta teraktif pada HSTP SHARING #3 kali ini adalah Joshua Krisdamara dari Divisi Non-Ruminansia. Dengan berakhirnya sesi kajian, maka berakhir pula kegiatan HSTP SHARING ini. Kegiatan ditutup dengan foto bersama sebagai dokumentasi.

 

Biro Litbang, Divisi Akuatik, dan Divisi Non-Ruminansia

HSTP FKH UGM


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.