RAFAEL TIRTA BAYU ANDIKA – BIRO LITBANG
Jelang Hari Raya Idul Fitri 1442 Hijriah kebutuhan masyarakat akan bahan pokok meningkat, tak terkecuali daging sapi. Kenaikan harga daging sapi pasaran di berbagai daerah di Indonesia menjadi fenomena yang biasa menjelang hari raya. Hal tersebut diakibatkan oleh adanya ketidakseimbangan antara kebutuhan dan pasokan daging yang tersedia. Mengacu pada catatan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri (Dirjen PDN) Kementrian Perdagangan (Kemdag), neraca ketersediaan daging sapi dan kerbau menjelang hari besar keagamaan dan nasional (HBKN) yakni lebaran per Mei 2021 minus 13.055 ton. Hal tersebut diperoleh dari ketersediaan pasokan sebesar 63.714 ton sedangkan perkiraan kebutuhan lebih tinggi yakni 76.769 ton.
Berbagai upaya dilakukan pemerintah untuk menanggulangi kekurangan pasokan daging dan mengendalikan kenaikan harga, salah satunya adalah dengan melakukan import. PT Berdikari (Persero) selaku BUMN peternakan mendatangkan 420 ton daging sapi import asal Brazil sebelum Hari Raya Lebaran yang jatuh pada 13-14 Mei 2021.
Namun tidak selamanya kebijakan import menguntungkan, terutama bagi peternakan dalam negeri. Permasalahan yang dihadapi dunia peternakan nasional tidak hanya sekedar masalah harga daging sapi yang meroket, tetapi juga pemenuhan kebutuhan dalam negeri. Pemerintah tidak mampu memanage peternak lokal. Dalam beberapa pertimbangan, import daging sapi dapat memberikan dampak pada kemandirian negara dalam memenuhi kebutuhan dalam negeri. Selain itu, mengacu pada kajian yang dilakukan oleh Pengurus Besar Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (PB ISPI) dan Pengurus Besar Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia (PB PDHI) pada 23 Januari 2020 import daging hanya menguntungkan peternak luar dan pelaku tata niaga. Namun berdampak negatif bagi peternak Indonesia, usahanya menjadi tidak bergairah karena tidak berdaya saing, serta kehilangan pasar potensial hariannya di RPH.
Pertanyaannya sekarang adalah dengan melihat besarnya potensi yang dimiliki oleh Indonesia apakah memungkinkan jika Indonesia dapat mencapai swasembada daging? Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah untuk mendukung tercapainya swasembada daging di Indonesia. Pelaksanaan Program Swasembada Daging Sapi (PSDS) pada tahun 2000 adalah salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai swasembada daging pada tahun 2005. Namun, program ini ternyata tidak dapat berjalan sesuai harapan. Banyak permasalahan yang dihadapi, terutama dukungan maupun komitmen pihak-pihak terkait belum sempat terbangun secara baik. Beberapa seminar dan lokakarya telah diselenggarakan, namun masih terbatas pada konsepsi tanpa operasional yang jelas di lapangan. Demikian pula lima program operasional yang disampaikan belum menunjukkan suatu hal yang baru, di samping dukungan anggaran untuk swasembada daging juga masih sangat kurang.
Pada tahun 2008 pemerintah kembali mencanangkan Program Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) yang ditargetkan untuk dicapai pada tahun 2010. Pada tahun tersebut diharapkan 90-95 persen kebutuhan daging dapat dipenuhi dari sumber daya domestik serta secara bertahap mengurangi impor. Pelaksanaan kegiatan ini diatur dalam Peraturan Menteri Pertanian No. 59/Permentan/HK.060/8/2007 tentang Pedoman Percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi. Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 2009 Kementerian Pertanian mengumumkan bahwa target pencapaian swasembada daging tahun 2010 dalam realisasinya belum juga dapat tercapai. Hal ini dibuktikan dengan data yang menyebutkan bahwa selama periode 2005-2009 Indonesia masih mengimpor 40 persen dari total kebutuhan daging sapi yang pada tahun 2009.
Pada tahun 2016 pemerintah kembali melakukan upaya guna mengakselerasi target pemenuhan populasi sapi potong dalam negeri dengan meluncurkan program Upaya Khusus Percepatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting (UPSUS SIWAB). Program tersebut dituangkan dalam peraturan Menteri Pertanian Nomor 48/Permentan/PK.210/10/2016 tentang Upaya Khusus Percepatan Peningkatan Populasi Sapi dan Kerbau Bunting yang ditandatangani Menteri Pertanian pada tanggal 3 Oktober 2016. Upaya SIWAB mencakup 2 program utama, yakni peningkatan populasi melalui Inseminasi Buatan (IB) dan Intensifikasi Kawin Alam (INKA) sehingga diharapkan mampu memaksimalkan potensi sapi indukan dalam negeri untuk dapat terus menghasilkan pedet.
Namun, terdapat berbagai tantangan dalam pelaksanaan program UPSUS SIWAB tersebut. Mulai dari rendahnya kualitas pakan di tingkat peternakan rakyat, deteksi berahi yang lemah oleh peternak sehingga IB (Inseminasi Buatan atau kawin suntik) tidak tepat waktu, kesalahan teknis IB karena SDM petugas yang rendah, sampai faktor penyakit atau gangguan reproduksi. Belum lagi bila harus menghadapi kasus-kasus penyakit menular yang menyebabkan kesehatan terganggu dan dipastikan memengaruhi tingkat reproduksi ternak. Sehingga untuk mensukseskan program tersebut perlu sinergi antar stakeholder sehingga tujuan Idonesia swasembada daging dapat terwujud.
Referensi:
https://en.tempo.co/read/1457571/jokowi-says-food-security-must-be-achieved-without-import
https://bisnisnews.id/detail/berita/potensi-indonesia-menuju-swasembada-daging-mungkinkah-
https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=1775
https://www.ugm.ac.id/id/berita/15164-membedah-peran-dokter-hewan-dalam-upsus-siwab
Ariningsih, Ening. 2014. Kinerja Kebijakan Swasembada Daging Sapi Nasional. FORUM PENELITIAN AGRO EKONOMI, Volume 32 No. 2, Desember 2014: 137 – 156.
0 Comments