19 Desember 2020
Tanggal 19 Desember 2020, Biro Litbang telah melaksanakan kegiatan HSTP Sharing keempat yang berkolaborasi dengan Divisi Non Ruminansia HSTP FKH UGM. Kegiatan ini dilaksanakan selama kurang lebih 90 menit melalui platform Google Meeting dengan diikuti oleh kurang lebih 18 peserta yang berasal dari pengurus dan anggota HSTP periode 2020/2021. Publikasi kegiatan telah dilakukan sejak tiga hari sebelum kegiatan berlangsung melalui media sosial HSTP FKH UGM yang kemudian dibagikan di grup pengurus, anggota, dan alumni HSTP.
Kegiatan HSTP Sharing dilaksanakan dengan rangkaian acara yang meliputi pembukaan, pemaparan materi, kajian, pembacaan notulensi, presensi, dan penutup. Kegiatan di buka oleh staf Biro Litbang, Rafael Tirta Bayu Andika dan dilanjutkan pemaparan materi mengenai kelinci sebagai hewan ternak oleh perwakilan Divisi Non Ruminansia, yaitu Muhammad Miftahul Karim dan Avivah Zahro. Kemudian, kegiatan dilanjutkan dengan kajian yang dipandu oleh Sonya Dwikita Widyawati. Kajian ini dilaksanakan dengan membahas tiga poin isu mengenai potensi ternak dan konsumsi daging kelinci di Indonesia yang kemudian hasilnya dicatat dan dibacakan oleh Nurmadya Setyo dan Ubaidah Lutfia.
Pada kesempatan HSTP Sharing ini, Biro Litbang dan Divisi Non Ruminansia mengangkat tema mengenai potensi beternak dan konsumsi daging kelinci di Indonesia. Selain sering dimanfaatkan sebagai hewan kesayangan dan hewan laboratorium, kelinci pedaging juga memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai hewan konsumsi. Dalam kajian ini, telah dirumuskan tiga poin isu kajian yang meliputi:
- Mengapa daging kelinci belum populer di masyarakat Indonesia?
- Apa yang perlu dilakukan agar potensi dari ternak kelinci pedaging dan konsumsi daging kelinci di Indonesia meningkat?
- Bagaimana cara meminimalisir risiko kelinci terserang penyakit sehingga dapat menghindarkan peternak dari kerugian?
Dari hasil kajian tiga poin isu yang telah dilaksanakan, dapat ditarik kiesimpulan sebagai berikut:
- Potensi konsumsi daging kelinci di masyarakat yang terbilang masih rendah dapat dimungkinkan karena harga daging kelinci yang relatif lebih mahal daripada daging ayam dengan karkas daging yang juga lebih sedikit. Harga jual daging kelinci yang dinilai cukup mahal ini dipengaruhi pula oleh ketersediaan daging yang terbatas. Kemudian, pemanfaatan daging kelinci sebagai daging konsumsi masih dianggap sebagai kuliner ekstrim dimana kelinci lebih dianggap sebagai pet animal sehingga masih belum tega untuk dijadikan daging konsumsi sehari-hari. Dengan demikian, perlu adanya pendekatan untuk membiasakan penggunaan kelinci pedaging sebagai hewan konsumsi. Lebih lanjut, masyarakat cenderung masih belum mengetahui kandungan gizi daging kelinci, dimana daging kelinci memiliki kandungan kolesterol yang lebih rendah dan protein yang lebih tinggi dibandingkan dengan jenis daging lain. Pemahaman dan pengetahuan masyarakat mengenai kandungan gizi daging kelinci ini menjadi penting terutama bagi masyarakat yang memiliki permasalahan kesehatan seperti penyakit yang berkaitan dengan kadar kolesterol. Selain itu, dari segi pengembangan peternakan kelinci belum banyak program pemerintah yang mendukung secara signifikan, hal ini berbeda dengan program pemerintah untuk mendorong pertumbuhan peternakan hewan besar seperti program Upsus Siwab dan SIKOMANDAN.
- Peningkatan potensi peternakan kelinci pedaging dan konsumsi daging kelinci di Indonesia dapat dilakukan dengan adanya peranan dinas terkait untuk memberikan informasi terkait manfaat konsumsi daging kelinci, serta manajemen pemeliharaannya sehigga diharapkan masyarakat yang masih awam dapat teredukasi. Kemudian, dapat dilakukan melalui program atau pengadaan bazar kuliner kelinci dan dengan penciptaan variasi produk dari daging kelinci. Mahasiswa juga memiliki peranan untuk berkontribusi melalui edukasi orang-orang di sekitar.
- Berbagai cara yang dapat dilakukan untuk meminimalisir risiko kelinci terserang penyakit adalah dengan penerapan biosecurity, pakan, serta manajemen kandang yang baik dan memenuhi standar, sehingga dapat meminimalisir adanya agen penyakit yang muncul serta dapat meminimalisir pengeluaran akibat penyakit. Masyarakat yang ingin memulai beternak kelinci perlu mencari pengetahuan terlebih dahulu mengenai manajemen pemeliharaan yang tepat melalui buku, seminar, atau sumber lainnya. Dengan demikian, diharapkan peternak dapat memahami karakteristik kelinci, dapat mengenali apabila kelinci terserang penyakit sehingga dapat diisolasi dari kelinci lain dan dilakukan monitoring secara berkelanjutan. Lebih lanjut, kebersihan kandang terutama litter dan lingkungan yang kondusif menjadi faktor penting untuk menghindarkan kelinci dari stres. Feses dan urine kelinci dapat dimanfaatkan dan diolah menjadi pupuk agar sanitasi lebih terjaga dan risiko penyakit akibat kotoran dapat dihindari.
Desember 2020
Biro Litbang dan Divisi Non Ruminansia
HSTP FKH UGM
0 Comments