David Jordan M. – Divisi Non Ruminansia

Produk hewan merupakan salah satu sumber pangan yang kaya akan protein yang dibutuhkan manusia. Namun sayangnya konsumsi protein hewani perkapita rakyat Indonesia saat ini masih rendah dibandingkan standard konsumsi protein hewani yang ditetapkan FAO sebanyak 6 gram/hari. Salah satu faktornya yakni kesenjanganantara kebutuhan daging yang berkisar diangka 3,8 – 3,9 juta ekor disbandingkan dengan populasi sapi potong hingga tahun 2019 yang berjumlah 17.118.650 ekor (Vera, 2020). Ketidakmampuan produksi lokal untuk memenuhi kebutuhan daging nasional disebabkan oleh beberapa faktor dimana salah satunya adalah tingginya gap antara demand dan supply. Hal ini diperburuk dengan perlambatan pertumbuhan sektor peternakan.

Seperti dikatakan Vera (2020), mengutip perkataan Ir. Didiek Purwanto selaku ketua Ikatan Sarjana Peternakan Indonesia (ISPI) dimana beliau mennyatakan di masa pandemik ini sektor peternakan hanya tumbuh 2,86%, melambat dari Q1 2019 yang tumbuh 7,96%. Di masa pandemi ini industri sapi potong mengalami kesulitan baik dalam hal pengadaan sarana produksi peternakan, khususnya bakalan dan pakan, kenaikan biaya distribusi, dan penurunan omzet karena berkurangnya kegiatan yang membutuhkan daging. Hal ini diperkuat denga banyaknya daerah yang mengalami penurunan pembelian sapi potong untuk qurban yang menandakan adanya penurunan daya beli masyarakat. Maka dari itu diperlukan solusi untuk memastikan keberlangsungan sektor peternakan di Indonesia.

Salah satunya yakni dengan rantai dingin (cold chain). Rantai dingin merupakan salah satu bentuk rantai pasok (supply chain) produk yang menjaga suhu produk tetap terjaga pada nilai tertentu selama proses distribusi (Priyandari dkk, 2017). Rantai dingin mampu menjadikan daging beku yang aman sehat utuh dan halal. Hal ini mendukung keinginan pemerintah dan pelaku usaha untuk dapat menjami ketersediaan pasokan dan distribusi produk secara nasional. Melihat wilayah produksi di Indonesia yang terkonsentasi di Jawa maka rantai dingin mampu menjaga kualitas dan keamanan (food safety) saat proses mulai diproduksi sampai dengan siap dikonsumsi oleh masyarakat (farm to table). Hal ini mampu menjaga kestabilan pasokan daging secara nasional.

Para pemegang kepentingan diharapkan mampu bertindak cepat dan tepat terhadap munculnya permasalahan baru ini. Penenentuan pemegang kepentingan (stakeholder) memiliki banyak sekali cara pendekatan. Salah satunya yakni pemahaman Penta-Helix Model. Prinsip Penta-Helix Model berdasar pada 5 stakeholder: bisnis, pemerintah (public authorities), kelompok sosial atau masyarakat (civil society), akademisi (the knowledge), dan capita (Kampelman et al, 2019). Dengan pendekatan ini diharapkan tercipta diskusi public dan debat mengenai public interest para stakeholder, yang pada akhirnya bisa mencapai konsesus bersama.

Pebisnis atau peternak perlu sekali memahami urgensi kepemilikan cold storage sendiri, terutama untuk daging. Kebanyakan peternak lebih senang menjual ayam hidup (Supply Chain Indonesia, 2016). Hal ini beresiko ketika daya beli konsumen menurun namun produksi yang sudah terlanjur tinggi. Kerugian yang besar harus dihindari terutama dikala pandemic ini untuk menjaga kestabilan pasar.

Pemerintah selaku pembuat kebijakan dan aturan harus mampu menanggapi permasalahan ini. Dengan melakukan edukasi terkait rantai dingin ini. Bantuan kepada peternak juga diperlukan untuk memastikan keberlangsungan para peternak. Juga dengan regulasi yang mendorong pelaku bisnis untuk mengembangkan rantai dingin. Selain regulasi, dibutuhkan jugakonsep yang jelas dan dukungan dana yang cukup.

Permasalahan kembali muncul ketika masyarakat lebih memilih daging segar dibanding daging beku dikarenakan adanya anggapan daging segar lebih sehat daripada daging beku (Kementrian Pertanian Republik Indonesia, 2020). Hal ini tidaklah benar, daging segar justru beresiko terkontaminasi mikroba yang membuat daging menjadi tidak sehat dan aman. Selain itu dengan semakin ketatnya protokol kesehatan menggeser kehidupan manusia kearah yang lebih higenis dimana daging beku lebih relevan dibandingkan daging segar.

Daging yang merupakan salah satu unsur pemenuhan protein hewani perlu diperhatikan dalam upaya menyongsong new normal. Dalam menjaga kestabilan pasokan daging nasional maka rantai dingin bisa menjadi salah satu solusi. Namun dalam pelaksanaannya perlu dilakukan dengan konsep yang baik dan matang untuk menghindari ketidak sinambungan antar stakeholder. Selain konsep, pentingnya kerjasama dari kelima stakeholder untuk membentuk suatu pasar yang baik agar harga daging tetap stabil merupakan kunci dari keberlangsungan rantai dingin tersebut.

 

DAFTAR PUSTAKA

Kampelmaan, et al. (2019). Penta-helix Stakeholder Management. Diakses pada 29 Juli 2020. http://osmosnetwork.com/stakeholder-management/

Kementrian Pertanian Republik Indonesia. 2020. Saatnya Terapkan Sistem Rantai DIngin (Cold Chain System) Untuk Daging yang Berkualitas. Diakses diakses pada 29 Juli 2020. https://www.pertanian.go.id/home/?show=news&act=view&id=2610

Supply Chain Indonesia. 2016. Fasilitas Rantai Pendingin : Cold Storage Untuk Daging Mendesak. Diakses pada 29 Juli 2020. https://supplychainindonesia.com/fasilitas- rantai-pendingin-cold-storage-untuk-daging-mendesak/

Priyandari, Y., Suletra I. W., Mas’udi, A., Nurrohmat, A. 2017. Purwarupa Alat Monitoring Suhu Untuk Rantai DIngin Produk Menggunakan Near Field Communication Studi Kasus Distribusi Darah. Jurnal Ilmiah Teknik Industri: (115)

Vera, D. N. 2020. DINAMIKA INDUSTRI SAPI POTONG DI MASA PANDEMI COVID-19.

Diakses pada 29 Juli 2020. http://www.majalahinfovet.com/2020/07/dinamika- industri-sapi-potong-di-masa.html


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.