Pada tanggal 24 Agustus 2020, Biro Litbang HSTP FKH UGM bersama dengan Divisi Ruminansia HSTP FKH UGM telah melaksanakan kegiatan HSTP SHARING untuk kedua kalinya. Kegiatan ini bertujuan untuk menambah wawasan dan menumbuhkan pemikiran kritis pengurus, anggota, dan alumni HSTP. Kegiatan ini diikuti oleh 70 peserta yang berasal dari pengurus, anggota, dan alumni HSTP FKH UGM. Kegiatan ini dilaksanakan secara daring melalui platform Google Meeting. Link untuk mengikuti kegiatan telah dibagikan di masing-masing grup pengurus, anggota, dan alumni HSTP FKH UGM satu minggu sebelum pelaksanaan HSTP SHARING.

Rangkaian kegiatan dimulai dengan pembukaan, pemaparan materi, kajian, pembacaan notulensi, presensi, dan penutupan. Biro Litbang bertugas memandu kegiatan, yang diwakili oleh Anindita Noviana Purwandari, serta memandu kajian, yang diwakili oleh Dianita Ermilasari. Pemaparan materi dilakukan oleh Divisi Ruminansia, yang diwakili oleh Rais Nur Rohman dan Yusrun Milhan Royana. Notulensi kegiatan dan kajian juga dilakukan oleh Divisi Ruminansia, yang diwakili oleh Erna Agustya dan Dinda Anggun Roro Sejati.

HSTP SHARING kali ini mengangkat tema SWASEMBADA DAGING SAPI, yang didasarkan pada UU N0. 18 tahun 2012 tentang Ketahanan Pangan, dimana kondisi pangan terpenuhi bagi negara hingga perseorangan, tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau. Saat ini Indonesia sudah mencapai swasembada daging ayam, bahkan telah mampu mengekspor telur ayam tetas (Hatching egg) dan ekspor daging ayam. Disamping itu, Indonesia sudah dapat memenuhi kebutuhan dalam negeri untuk komoditas kambing dan domba. Dalam pemaparan materi oleh Divisi Ruminansia disampaikan mengenai kebijakan, target, dan upaya pemerintah dalam mewujudkan swasembada daging sapi nasional. Lebih lanjut, dalam materi disampaikan mengenai latar belakang perlu diadakannya swasembada daging sapi, kondisi daging sapi secara nasional dan dinamikanya, target swasembada sapi tahun 2022, upaya/ kebijakan pemerintah, permasalahan peternakan sapi, serta solusi mencapai target swasembada dengan menilik kinerja dan realisasi UPSUS SIWAB Nasional tahun 2017 dan 2018.

Kemudian, dari pemaparan tersebut didapatkan lima poin isu yang akan dikaji pada sesi kajian. Lima poin isu tersebut meliputi:

  1. Bagaimana meningkatkan jumlah industri pembibitan sapi potong?
  2. Permasalahan apa dari kinerja IB UPSUS SIWAB yang menyebabkan jumlah IB, bunting, dan kelahiran tidak sepadan?
  3. Bagaimana optimalisasi program IB UPSUS SIWAB agar jumlah jumlah IB, bunting, dan kelahiran sepadan?
  4. Opsi teknologi reproduksi yang efektif dan efisien selain IB untuk membantu peningkatan populasi?
  5. Apakah target swasembada daging 2022 akan tercapai?

Dari kelima poin isu yang dibahas pada sesi kajian tersebut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut,

  1. Peningkatan jumlah industri pembibitan sapi dapat dilakukan dengan optimalisasi instasi yang sudah ada. Optimalisasi dari instansi pemerintah seperti UPT dapat dilakukan untuk meningkatkan kualitas pakan, indukan, reproduksi, dan nutrisi. Memulai industri baru dinilai tidak efektif karena pembibitan membutuhkan tenaga ekstra serta waktu yang panjang. Peningkatan jumlah industri memerlukan modal dan tenaga yang lebih banyak. Apalagi pada masa pandemik sekarang ini memungkinkan alokasi dana pemerintah sedang difokuskan untuk penanggulangan COVID-19, sehingga untuk membangun industri baru menjadi tidak efisien.
  2. Terdapat beberapa permasalahan dari kinerja IB UPSUS SIWAB yang menyebabkan jumlah IB, bunting, dan kelahiran tidak sepadan yakni manajemen pakan, faktor indukan, faktor pejantan, gangguan reproduksi seperti hipofungsi ovari dan silent heat serta pemuliaan hewan yang tidak tepat menjadi faktor penurunan hasil reproduksi. Selain masalah-masalah tersebut, juga terdapat kemungkinan kesalahan teknis yang disebabkan oleh peternak ataupun inseminator.
  3. Optimalisasi program IB UPSUS SIWAB agar jumlah IB, bunting, dan kelahiran sepadan yakni dengan memperhatikan asupan pakan. Pakan yang berkualitas akan menghasilkan kualitas reproduksi ternak yang bagus. Penting juga dilakukan pemeriksaan rutin status reproduksi dan gangguan reproduksi sapi untuk kemudian dievaluasi, mulai dari IB, kebuntingan, dan pemeriksaan kualitas semen IB serta proses penyimpananya. Diperlukan penyediaan data recording yang jelas untuk mencegah adanya inbreeding. Kemudian faktor peternak dari segi manajemen kandang dan pemeliharaan serta faktor dari inseminator yang kompeten.
  4. Opsi teknologi reproduksi yang efektif dan efisien selain IB untuk membantu peningkatan populasi yakni sinkronisasi birahi, transfer embrio, dan teknik super ovulasi. Perlu diketahui bahwa teknologi reproduksi transfer embrio lebih mahal dan rumit jika dibandingkan dengan IB. Dan setelah dipertimbangkan, teknologi reproduksi yang paling mudah, efektif, dan murah untuk program swasembada daging sapi ini adalah IB.
  5. Swasembada daging sapi tahun 2022 dapat tercapai apabila pihak pemerintah dan peternak mampu berkomitmen untuk memaksimalkan usaha, mulai dari manajemen pemeliharaan hingga peningkatan produksi. Terdapat kemungkinan swasembada daging sapi pada tahun 2022 masih belum bisa tercapai, melihat kondisi sekarang ini pemerintah masih terfokus pada penanggulangan COVID-19.

Agustus 2020

Biro Litbang dan Divisi Ruminansia

HSTP FKH UGM


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.