Globalisasi perdagangan menyebabkan peningkatan frekuensi perpindahan hewan dan produk hewan dari satu negara ke negara lain. Perpindahan hewan dan produknya berperan penting dalam peningkatan risiko penyebaran penyakit hewan antar negara. Penyakit hewan menular yang muncul akibat adanya perdagangan antar negara biasa disebut dengan Transboundary Animal Diseases (TADs).

Transboundary Animal Diseases merupakan penyakit epidemi yang sangat menular dan memiliki potensi penyebaran yang cepat, serta tidak terpengaruh batasan negara. TADs menyebabkan tingkat kematian (mortalitas) dan morbiditas yang tinggi pada hewan, memiliki dampak sosial ekonomi yang serius dan kadang-kadang berdampak pada kesehatan masyarakat.

Lebih jauh lagi, konsekuensi dari potensi Transboundary Animal Diseases memiliki dampak yang cukup besar hingga berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional. Beberapa potensi tersebut diantaranya : (a) mengancam ketahanan pangan; (b) peningkatan tingkat kemiskinan khususnya di komunitas miskin yang memiliki ketergantungan tinggi pada peternakan; (c) menyebabkan kehilangan produksi produk peternakan; (d); meningkatkan biaya produksi peternakan secara signifikan; (e) menyebabkan gangguan serius pada perdagangan ternak dan produknya (f) konsekuensi terhadap kesehatan masyarakat; (f) menyebabkan konsekuensi pada lingkungan; dan (g) menyebabkan kesakitan dan penderitaan pada hewan yang terinfeksi.

Tabel di atas menunjukkan TADs umum yang memiliki insidensi tinggi terutama pada area-area endemik penyakit. Indonesia sendiri memiliki riwayat yang panjang mengenai salah satu TADs, yaitu Highly Pathogenic Avian Influenza (HPAI) atau biasa dikenal dengan sebutan Flu Burung. Pemerintah Indonesia, yang diwakili oleh Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian bekerja sama dengan Emergency Center for Transboundary Animal Diseases, Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-bangsa (FAO ECTAD) di Indonesia  menginisiasi terbentuknya program “Pasar Unggas BERSAMA: Bersih, Sehat, Aman”. Program tersebut diharapkan menjadi pasar unggas yang sehat dan bebas dari HPAI. Selain itu, untuk memutus rantai penyebaran virus Avian Influenza, program tersebut membina pasar unggas untuk menerapkan biosekuriti dan pengawasan lalu-lintas pasar.

Selain pemberantasan HPAI, dilansir dari laman BBPMSOH Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Selama periode 5 tahun, FAO ECTAD Indonesia telah bekerjasama dengan Ditjen PKH beserta pemangku kepentingan terkait pada program pencegahan dan pengendalian ancaman pandemi penyakit infeksi baru. Kerjasama ini telah melaksanakan berbagai kegiatan dalam kerangka program Emergencing Pandemic Threats 2 (EPT-2) untuk mendukung Indonesia bersiap siaga menghadapi penyakit penyakit menular baru dan yang akan muncul kembali dengan pendekatan One Health.

Lebih lanjut, program-program besutan Ditjen PKH dan FAO ECTAD di Indonesia antara lain, proyek pasar basah satwa liar dalam rangka mencegah penyebaran penyakit zoonosis. Proyek ini akan dilaksanakan dalam jangka waktu 10 bulan dari September 2020 hingga Juni 2021. Proyek ini memiliki tujuan penguatan kapasitas dan kesiapsiagaan negara untuk mencegah dan merespon penyakit yang muncul akibat zoonosis, terutama dari rantai satwa liar.

Program teranyar dari kerjasama tersebut adalah peluncuran Program Ketahanan Kesehatan Global atau Global Health Security Programme (GHSP) secara daring. USAID atau Badan Pembangunan Internasional Amerika Serikat ikut bekerjasama dalam peluncuran program tersebut. GHSP berupaya untuk mendukung Global Health Security Agenda (GHSA), sebuah gagasan global dari negara-negara G20 untuk mempersiapkan ketahanan kesehatan dari ancaman penyakit menular.

Dilansir dari laman antaranews.com, GHSP yang akan berjalan selama empat tahun ke depan berfokus pada dukungan teknis di empat area, yakni kolaborasi multisektor dan pengembangan kebijakan; surveilans, laboratorium dan identifikasi risiko; kesiapsiagaan dan respon penyakit melalui one health; dan kesehatan unggas nasional dan pengendalian resistensi mikroba.

Banyaknya sektor yang ikut berperan dalam menghadapi ketahanan kesehatan dari ancaman penyakit menular ini tentunya membuka mata kita tentang betapa berbahayanya suatu penyakit menular pada tingkat nasional bahkan global. Maka sudah seharusnya kita ikut menyukseskan program-program yang sudah berjalan demi menguatkan ketahanan kesehatan nasional.

 

Referensi:

BBPMSOH Kementerian Pertanian. 2019.  Apresiasi Kerjasama Ditjen PKH – FAO ECTAD Indonesia, Kepala BBPMSOH Menerima Penghargaan. Diakses pada 7 Agustus 2021 https://bbpmsoh.ditjenpkh.pertanian.go.id/2019/09/12/apresiasi-kerja-sama-dit-jen-pkh-fao-ectad-indonesia-kepala-bbpmsoh-menerima-penghargaan/

Ditjen PKH. 2019. Kementan FAO Inisiasi Model “Pasar Unggas BERSAMA” di Jabodetabek. Diakses pada 7 Agustus 2021 https://ditjenpkh.pertanian.go.id/kementan-fao-inisiasi-model-pasar-unggas-bersama-di-jabodetabek

FAO. 2020.  FAO ECTAD-DFAT and the Government of Indonesia Begin to Work on Wildlife Wet Markets Project to Prevent Zoonotic Disease Spillover Events. Diakses pada 7 Agustus 2021 http://www.fao.org/indonesia/news/detail-events/en/c/1305068/

FAO. 2021. Transboundary Animal Diseases (TADs). Diakses pada 1 Agustus 2021 http://www.fao.org/ag/againfo/programmes/en/empres/diseases.asp

Islam, M. A. 2016. Transboundary Diseases of Animals: Concerns and Management Strategies. Res. Agric. Livest. Fish. 3 (1): 121-126

Jauhary, A. 2021. Kiprah Indonesia Cegah Pandemi Lanjutan Melalui GHSP. Diakses pada 7 Agustus 2021 https://www.antaranews.com/berita/2277066/kiprah-indonesia-cegah-pandemi-lanjutan-melalui-ghsp


0 Comments

Leave a Reply

Avatar placeholder

Your email address will not be published.